Dongeng Aksara Jawa



Dua puluh aksara jawa kuno mengawali peradaban sejarah Jawa. Aksara ini tercipta ketika empu sengkala, seorang pimpinan rombongan brahmana dari India datang ke Pulau Jawa. Akhirnya ia bermukim di Jawa hingga kurang lebih satu abad.

Karena, jasanya yang mengembangkan peradaban di jawa, Empu Sangkala ini diangkat menjadi Raja Medangkamulan dengan gelar Prabu Silihwahana. Lalu, Empu Sangkala juga mendapatkan gelar Sang Aji Saka, karena dinilai menciptakan tonggak perubahan pertama di Jawa.

Dalam pelestarian aksara kuno Jawa ini, dibuatlah dongeng yang pada awalnya hanya diceritakan kepada anak-anak berdarah biru (orang keraton). Namun, lambat laun diceritakan juga kepada semua generasi jawa.
dongeng dua puluh aksara kuno jawa :

Ha na ca ra ka ( Dua Utusan)
Konon dulu, Empu Sangkala mempunyai dua pengikutnya yang sangat setia. kedua pengikut ini adalah Dora (si Pembohong) dan Sembada (si Perwira). Dora mempunya karakter yang culas, pembohong dan penipu, Namun, ia juga cakatan dan setia. sementara Sembada mempunyai karakter yang jujur, teliti,taat, kukuh pada pendiriannya dan cerdik, walaupun ia lamban.

Pada saat Empu Sangkala diangkat menjadi raja Medangkamulan, ia mengutus Dora untuk mengambil keris pusakanya yang ia tinggalkan di pertapaan. Sementara di pertapaan, keris pusaka itu dijaga oleh Sembada.
Sewaktu di pertapaan, Empu Sengkala memberikan pesan kepada Sembada terkait keris pusaka tersebut yaitu, “Jangan serahkan kepada siapapun kecuali aku.”

Da Ta Sa Wa La (Keduanya bertengkar)
Dora pun datang ke pertapaan yang dijaga oleh Sembada. Dengan gayanya yang culas dan penipu itu, ia meminta Sembada memberikan keris pusaka milik Empu Sengkala karena ia diutus untuk memberikannya kepada sang raja. jelas, Sembada pun mengacuhkannya dan tetap menjaga keris pusaka tersebut. ia tetap memegang teguh pendiriannya yang hanya akan memberikan keris tersebut kepada sang raja. Akhirnya, mereka berdua pun berdebat, hingga memicu perkelahian diantara mereka berdua.

Pa Dha Ja Ya Nya (Sama-sama sakti atau kuat)
Perkelahian diantara mereka berdua pun begitu sengit. Karena mereka berdua mempunyai kekuatan yang seimbang dan kuat. Sehingga pertempuran yang memperebutkan keris pusaka Empu Sangkala tersebut berlangsung cukup lama.

Ma Ga Ba Tha Nga (Keduanya tewas)
Kedua abdi Empus Sangkala yang sama-sama kukuh pada pendiriannya ini akhirnya sama-sama tewas karena tusukan keris pusaka ketika sedang berebutan. Lalu, Empu Sangkala yang menunggu Dora cukup lama, akhirnya ia menyusul ke pertapaan. Setelah sampai di pertapaan, pemandangan yang dilihat oleh sang raja adalah mayat kedua abdinya yang setia. Ia pun baru ingat bahwa dua abdinya ini memang tidak pernah akur satu sama lain.

Kedua jasad mereka pun dikuburkan berdampingan oleh Empu Sangkala. lalu, ia juga meletakkan batu di atas pusara yang berdampingan. di batu itu ia menuliskan dua puluh aksara kuno yang bermakna dua utusannya berkelahi satu sama lain, yang mempunyai kekuatan seimbang akhirnya tewas.
“Hanacaraka Datasawala Padhajayanya Magabathanga” tulisan yang dituliskan Empu Sangkala di batu makam dua abdinya yang setia.

Sumber : Herusatoto Budiono, Mitologi Jawa, Oncor semesta ilmu, Jakarta, 2012
             http://nindityo.wordpress.com/2008/04/12/ayo-belajar-nulis-aksara-jawa/ 

Komentar