Genderang Euforia Menodai Aturan


Genderang takbir meramaikan kota malam itu. Tak hanya kota sebenarnya, tapi juga seluruh wilayah yang didomisili kaum muslim di Indonesia memukul gendang sambil berteriak takbir. Mereka semua bereuforia atas kedatangan hari suci agamanya. Semua berlarian keluar demi menikmati euforia yang luar biasa.

Kembang api meletup ke langit dengan kerasnya, Warna warni yang meledak diangkasa menghibur pasangan-pasangan muda yang sedang menikmati malam. Bunyinya yang kencang sempat dianggap para veteran merupakan serangan dari Belanda yang pernah menguasai negeri nusantara selama kurang lebih 350 tahun.

Arak-arakan berbagai kendaraan meramaikan jalan, dari motor sampai truk. Para pengendara motor tak mengenakan helm, para penggunan truk, bus dan berbagai kendaraan yang bisa memuat penumpang yang banyak di luar batas kapasitas. Ada yang berdiri di atap kendaraan sambil mengibarkan bendera yang tak jelas bendera apa itu.

Malam takbir dan euforia semakin garang, kondisi lalulintas kacau. Polisi muda yang mengatur lalulintas kebingungan dan gundah. Ketika yang lain bereuforia menyambut hari suci agamanya, ia harus tetap ikhlas menjalankan tugasnya sebagai dewa lalulintas yang mengatur.

Sebuah budaya atau bisa disebut juga kebiasaan, dimana malam takbiran (biasanya disebut malam menuju hari suci idul fitri) semua peraturan lalulintas ditiadakan, rakyat muslim bebas beraktivitas dijalanan. Budaya yang menurut saya destruktif ini harus dihilangkan secara perlahan, pasalnya menganggu ketertiban umum.

Selain menganggu ketertiban umum, juga membahayakan diri para pengendara berbagai kendaraan yang dipakai secara tidak normal. Niatnya euforia malah bisa berujung duka nantinya. Seyogyanya, euforia dilaksanakan dalam keadaan damai bukan brutal untuk saling menjaga keselamatan dan ketentraman bersama.

Aturan lalulintas harus tetap berjalan, para aparat publik (polisi) yang harus ikhlas bertugas harus tetap tegas terhadap peraturan. Menghukum segala pelanggaran yang dilakukan pengendara dan penumpangnya. Demi menjaga euforia tidak menjadi duka.

Komentar