Korupsi dan mafia hukum semakin merajalela di Indonesia. Walaupun, sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkap berbagai kasus korupsi yang terjadi. Namun, jumlah korupsi yang besar tak akan sanggup bila hanya lembaga independen tersebut yang memberantasnya sendiri. Pemerintah pun harus segera membuat peraturan hukuman yang pantas dan membuat jera para pelaku koruptor dan mafia hukum.
Hukuman yang mendera koruptor dan mafia hukum Indonesia saat ini tampaknya hanya menjadi arena liburan di penjara para tersangka. Pasalnya, hukumannya hanya denda uang yang tak terlalu besar bila dibandingkan apa yang mereka ambil dan dipenjara seperti liburan yang sesaat karena dipotong berbagai remisi setiap hari besar.
Mahmud Md, Ketua mahkamah konstitusi pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid pernah mengusulkan untuk menghidupkan RUU Lustrasi. Pada era keruntuhan Uni Soviet, berbagai negara Eropa Timur yang sudah memerdekan diri menerapkan sistem Lustrasi ini untuk membersihkan aura komunis di negara mereka. Karena ketidakpercayaan mereka menjalankan demokrasi dengan muka-muka komunis.
Lustrasi pun pernah berlaku di Indonesia pada rezim Soeharto untuk memberantas Partai Komunis Indonesia (PKI) lewat keluarga dan rekan pemilik ideologi komunis melalui KTP mereka. Walaupun terkesan agak keras dengan pemusnahan generasi yang berhubungan dengan tersangka, tapi terbukti ampuh. Latvia yang pernah menjadi negara mempunyai tingkat korupsi tinggi berhasil menghilangkannya dengan sistel Lustrasi ini.
Namun, mafia hukum yang merajalela bersamaan dengan korupsi bisa membuat sistem lustrasi justru menjadi bumerang bagi bangsa ini. Hukum yang dipermainkan sehingga orang-orang yag dihukum justru malah yang tidak salah. Mungkin, untuk menghindari hal tersebut, KPK diberi wewenang langsung untuk langsung membersihkan generasi tersangka tanpa perlu ke pengadilan yang bertele-tele dan ancaman mafia hukum.
Komentar
Posting Komentar