Guru, Kurikulum dan Murid

Cuplikan film 'Aku Padamu' yang bercerita seorang perempuan (Revalina) yang mengagumi salah seorang guru SDnya yaitu Pak Markun, seorang guru yang mengajari murid-muridnya tentang kehidupan. (Sumber foto :http://www.investor.co.id/media/images/medium2/20120130122945264.jpg)


"Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" sebuah ungkapan lama mengenai guru yang mendidik murid-muridnya. Dalam film pendek yang tergabung dalam Omnibus Kita Vs Korupsi berjudul Aku Padamu terdapat karakter seorang guru honorer sekolah dasar yang menjadi inspirasi muridnya. Karena gaya mendidik guru tersebut, salah satu muridnya yang menjadi tokoh utama dalam film tersebut benar-benar mengingat semua perkataan gurunya mengenai kehidupan. "Kamu adalah cerminan dari rumahmu" sebuah ungkapan dari guru tersebut yang melekat ke benak muridnya sampai ia dewasa.

Namun, fokus dari cerita film pendek tersebut yang saya ambil adalah ketika sang guru menolak memberikan uang suap untuk menjadi guru tetap. Sehingga, akhirnya ia tidak bisa mengajar lagi, meskipun begitu ia tidak menyerah untuk berusaha mendidik murid-muridnya. Ia tetap mendidik muridnya di taman dengan membiarkan dirinya menjadi bahan tertawa muridnya agar bisa lebih dekat dengan mereka. Guru yang dalam film tersebut bernama Markun ini selalu menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan arti kejujuran dan hidup. Namun, ia harus meninggal dan membuat tokoh utama yang menjadi muridnya cukup sedih, karena yang mengagalkan gurunya menjadi guru tetap adalah ayahnya sendiri.

Cerita tersebut memperlihatkan bagaimana seorang guru yang mendidik muridnya benar-benar tanpa pamrih. Menurut saya, guru yang seperti itulah baru bisa disebut "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Berbeda dengan sekarang, guru hanya sebagai pekerjaan yang dilakukan sekedar memenuhi kebutuhan sang guru. Di kelas pun mereka 'mengajar' sesuai kurikulum yang berlaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 'Mengajar' berarti memberikan pelajaran atau melatih. Sedangkan 'Mendidik' dalam KBBI berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Jadi perbedaan antara 'Mengajar' dan 'Mendidik' adalah kalau mendidik tak sekedar memberikan pelajaran tapi juga memberikan latihan atau menambah pengetahuan kepada yang dididik tentang hubungan yang diajarkan dengan kehidupan.

Bukan berarti tidak ada guru yang seperti itu, masih banyak tipe guru di Indonesia yang masih cukup idealis dalam mendidik muridnya. Namun, masih berceceran juga tipe guru yang sekedar mengajar seadanya kurikulum tanpa memikirkan dampak ke depan muridnya. Tapi, para guru yang mengajar seadanya itu tidak bisa seratus persen dianggap sebagai pelaku yang menjadikan pendidikan Indonesia ini kurang berkualitas. Kurikulum yang berperan cukup besar membuat murid-murid sekolah dasar sampai menengah kebingungan karena selalu berubah dan tidak tahu hasil dari kurikulum sebelumnya sukses mencapai target atau tidak.

 Apalagi pada tahun 2004 berganti kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kemudian pada tahun 2006 berganti lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Perubahan yang terjadi dalam relang waktu yang sebentar tersebut mungkin saja bisa membuat kebingungan peserta didik maupun gurunya. Menurut beberapa sumber yang sekilas saya baca, Dinas Pendidikan mengatakan bahwa KTSP tidak berbeda jauh dengan KBK. Lalu, saya jadi teringat kata dosen saya bahwa di Indonesia ini banyak yang berubah nama tapi nasib tetap sama.

Kemudian, apakah kekuarangan kurikulum 1994 yang sudah sepuluh tahun digunakan? atau tidak ada evaluasi yang dilakukan dan mengantinya dengan alasan itu kurikulum usang. Seharusnya, Dinas Pendidikan melakukan evaluasi kurikulum setiap tiga tahun sekali untuk melihat perkembangan kurikulum tersebut. Bila ada kekurangan maka langsung tambal kekurangan tersebut. Jadi, tak perlu merubah nama kurikulum kalau isinya tidak ada yang berbeda. 

Murid, juga harus bergerak sendiri ketika komponen pendidikan lainnya tidak maksimal. Ia harus menyadari bahwa pendidikan tidak sekedar mendapat nilai dan lulus, tapi pendidikan itu mempengaruhi ke dalam kehidupan. Bagaimana cara berinteraksi semua itu dipengaruhi sedalam apa pendidikan dasar dan tinggi seseorang. Bila selama mengenyam pendidikan hanya mengejar nilai dan lulus tanpa memahami makna lebih dalam dari yang dipelajari, maka kemungkinan besar hasilnya adalah orang-orang egois. Teringat ungkapan film pendek 'Aku Padamu' bahwa "Kamu adalah Cerminan dari Rumahmu."


Komentar