Menuju Generasi Dream Team

Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2007, Indonesia menjadi tuan rumah saat itu. Walaupun timnas Indonesia gagal melangkah ke babak selanjutnya, penampilan timnas mendapat apresasi saat itu.

Olahraga adalah bidang yang mempunyai daya tarik tersendiri dari kalangan masyarakat bawah sampai atas. Namun, karena daya tarik yang luar biasa tersebut menyebabkan beberapa golongan memanfaatkannya untuk meraih keuntungan yang akhirnya merusak indahnya berolahraga itu sendiri. Salah satunya adalah sepakbola yang banyak dicampuri politik demi kepentingan beberapa pihak.

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengalami hal tersebut, organisasi yang mengurusi sepakbola Indonesia tersebut dipengaruhi beberapa golongan demi kepentingan golongan tersebut. Hingga akhirnya perseteruan memuncak dengan lahirnya Komisi Penyelamatan Sepakbola Indonesia (KPSI). Hadirnya KPSI sendiri bukannya menyelamatkan tetapi malah memperkeruh suasana. Perseteruan yang terjadi antara PSSI dan KPSI meluas dari saling membuat liga masing-masing sampai akhirnya membuat timnas masing-masing yang berebut ingin tampil di AFF 2012.

Campur aduk sepakbola dengan berbagai hal seperti politik dan semacamnya sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia. Di belahan dunia lain pun banyak terjadi masalah dalam sepakbola, dari masalah ekonomi sampai campur aduk politik. Namun, permasalahan sepakbola di Indonesia yang berlarut-larut semenjak masa-masa akhir era Nurdin Halid sebagai ketua PSSI sampai saat tulisan ini dibuat bisa membuat sepakbola Indonesia akan terus terpuruk. Oleh karena itu, harus ada solusi cepat yang harus segera direalisasikan.

Di sini, bila kedua kubu (PSSI dan KPSI serta yang melatarbelakangi kedua kubu tersebut) bisa lebih dewasa dan bijak maka solusi ini bisa menyelesaikan masalah yang ada. Permasalahan PSSI era Djohar Arifin sebenarnya muncul ketika kepengurusan PSSI yang baru itu ingin memasukkan tim dari Liga Primer Indonesia (LPI) yang dilatarbelakangi Arifin Panigoro ke Liga Super dan mengalihkan pengurus liga dari PT. Liga Indonesia ke PT. Liga Prima Indonesia.

Sebenarnya, solusi sudah ada untuk mengabungkan kedua liga menjadi satu dengan musim pertama tetap menggunakan dua liga dan beberapa peringkat tim teratas akan bergabung menjadi satu liga. Namun, tampaknya solusi ini hanya sekedar wacana, karena sampai detik ini kedua kubu semakin meruncing dan berjalan sendiri-sendiri sesuai kelompok yang menyokong mereka berdua.

Melihat kasus tersebut, setelah membaca kedua kalinya (saat yang pertama situasi PSSI belum seperti sekarang) sebuah buku biografi yang berjudul "Drg. Endang Witarsa (Liem Soen Joe) : Dokter Bola Indonesia " kembali melihat awal di buatnya kompetisi Galatama. Saat itu, kompetisi Galatama merupakan kompetisi semi profesional yang dibuat untuk meningkatkan kualitas pemain timnas. Karena kompetisi Perserikatan yang merupakan kumpulan tim amatir kurang memadai untuk meningkatkan kualitas timnas.

Melihat kedua kompetisi di masa lalu itu berjalan tidak saling bertujuan mencari pamor siapa yang paling terkenal. Tapi, berjuang untuk memajukan sepakbola Indonesia walaupun akhirnya Galatama popularitasnya menurun karena ada larangan penggunaan pemain asing dan indikasi main mata antar klub, pemain, wasit dan pelatih. Seharusnya, kisah di masa lalu tersebut bisa dijadikan pelajaran untuk membuat kedua kubu (PSSI dan KPSI) yang sedang berseteru bisa lebih bijak untuk sepakbola yang lebih baik.

Bukannya saya seorang yang mendukung Liga Super Indonesia, tapi Liga Super Indonesia sudah mempunyai sejarah panjang di kancah persepakbolaan Indonesia. Sehingga, lebih baik Liga Super Indonesia tetap menjadi liga utama Indonesia yang klub-klubnya sudah mempunyai pendukung tetap dan sejarah kuat. Lalu, posisi Liga Prima Indonesia ada di posisi liga independen sebagai penghasil bakat-bakat terpendam Indonesia.

Selama Liga Prima Indonesia menjadi liganya PSSI, banyak bakat-bakat muda seperti Hendra Bayauw dan Rasyid ditemukan. Hal itu akan sulit ditemukan dalam Liga Super Indonesia yang penuh dengan pemain bintang. Jadi, nanti untuk timnas Indonesia, pemainnya bisa dipilih dari kedua liga tersebut, kemudian bisa juga timnas U-20 Indonesia dijadikan satu tim dalam Liga Prima Indonesia sehingga regenerasi timnas Indonesia bisa berjalan dengan baik.

Terakhir, jadi nantinya kedua liga ini bukan saling bersaing mencari siapa yang paling populer. Tapi, menjadi pendukung timnas dan perkembangan sepakbola menjadi lebih baik. Semua itu bisa dijalankan bila kedua kubu serta orang-orang yang membelakangi kubu tersebut bisa lebih bijak dan tidak egois serta haus akan keuntungan.  Mungkin saja, bila hal di atas dijalankan bisa membentuk generasi Dream Team untuk timnas Indonesia.

Komentar