Suasana diskusi dengan pihak rektorat bersama beberapa perwakilan mahasiswa dari BEM setiap fakultas, UKM Universitas dan beberapa mahasiswa yang tidak mewakili lembaga manapun. |
Rektor Unpad, Ganjar Kurnia ditemani pembantu rektornya bersama perwakilan dekanat setiap fakultas bertemu dengan mahasiswa Unpad di gedung rektorat ruang rapat lantai 2. Pertemuan kali ini membahas masalah Uang Kuliah Tunggal, SPP Progresif dan dibubarkannya ekstensi. Walaupun begitu, diskusi yang dilaksanakan pada hari Rabu 12/12/12 tersebut tidak mengusung tema khusus. Peserta (Mahasiswa Unpad) bebas mengutarakan hal apapun tentang kampus di depan rektor dan komplotannya.
Saya di sini ingin membahas salah satu permasalahan yang belum selesai sampai detik ini di kampus Unpad, yaitu mengenai transparansi dana pihak rektorat mengenai dana pengeluaran dan pemasukan Unpad kepada mahasiswanya. Sayangnya, ketika diminta untuk mentransparansikan dana, Ganjar berkata bahwa mekanisme untuk mentransparansikan dana bukan di pihak mereka (rektorat) tapi berada di pihak Kementrian Keuangan, BPK dan Kementrian Pendidikan.
Bila, apa yang dikatakan Ganjar tersebut tidak mengada-ada, berarti keterbukaan informasi ke publik di Indonesia masih terhalang oleh budaya birokrasi yang tertutup. Saya menyimpulkan hal ini karena Ganjar berkata bahwa sebenarnya bisa-bisa saja pihaknya memberikan transparansi dana keseluruhan kepada mahasiswa. Namun, ia melanjutkan bahwa mereka harus mengikuti azas-azas birokrasi tertutup tersebut.
Padahal, transparansi dana adalah salah satu elemen yang membuktikan suatu lembaga melakukan penyelewangan atau tidak. Lalu, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai keterbukaan informasi publik mengatakan bahwa publik (mahasiswa termasuk ke dalam publik) berhak mengetahui informasi-informasi yang mempengaruhi kebijakan publik. (dana termasuk di sana) Lalu, Unpad adalah perguruan tinggi negeri yang mendapat biaya dari negara berasal dari APBN yang termasuk di dalamnya uang rakyat. Seharusnya, mahasiswa bisa dengan mudah meminta pihak rektorat data pengeluaran dan pemasukan dana Unpad selama tiga bulan atau setahun.
Merasa seperti terintimidasi mengenai permintaan tranparansi dana, Ganjar pun berujar bahwa bila ada indikasi dirinya atau pihak rektorat lainnya melakukan penyelewangan atau tindak korupsi, maka ia siap dilaporkan KPK. Masalahnya adalah bagaimana kita bisa mengindikasi bahwa ada penyelewangan bila ingin meminta transparansi dana saja sudah dipersulit.
Perencanaan Buruk
Ada beberapa hal yang aneh dalam pembangunan di Unpad menjelang tutup buku 30 Desember 2012 nanti. Pertama pembangunan pagar dengan merobohkan dinding yang masih kokoh dan bagus. Kedua, hot mix jalan di komplek kampus Unpad padahal jalan tersebut masih bagus. Ketiga, pembongkaran kanopi sepanjang jalan kompleks Unpad. Ketiga hal tersebut menurut saya cukup aneh karena dilakukan menjelang akhir tahun dan tutup buku.
Tapi, Ganjar kembali punya alasan mengenai pembangunan aneh tersebut, pertama mengenai pembongkaran dinding stadion yang masih bagus dan diganti dengan pagar. Ia menyatakan bahwa pihaknya memang cukup buruk dalam melakukan perencanaan. Kenyataan dari rencana awal bisa berubah karena kondisi-kondisi tertentu, pada dinding stadion yang diganti dengan pagar karena menurutnya bila diganti dengan pagar maka aktivitas di dalam stadion bisa terlihat dari luar.
Mengenai Hotmix tidak ada jawaban konkrit, rektor Unpad tersebut hanya menjawab tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Lalu, mengenai Kanopi sepanjang jalan kompelk kampus Unpad yang dibongkar tak sempat ditanyakan kepada rektor tersebut.
Lalu, Ganjar pun menuturkan lagi contoh-contoh perencanaan yang buruk dari pihak mereka yaitu pembangunan gedung rektorat. Menurutnya, telah terjadi kesalahan atau di luar prediksi bahwa bila hujan dalam gedung rektorat akan basah karena tidak ada penutup atasnya. Gedung yang katanya ramah lingkungan ini memang atasnya terbuka karena mungkin maksud si arsiteknya menunjukkan ramah lingkungan dengan suasana terbuka jadi tak perlu lagi pendingin ruangan. Tapi, tetap saja pendingin ruangan bejibun berada di banyak ruangan pada gedung empat lantai tersebut.
Ungkapan perencana buruk untuk pihak rektorat Unpad saya sangat setuju, karena alasan perencanaan buruk pada pembangunan Unpad yang seperti dibuat-buat terlihat nyata dalam penentuan kalender akademik Unpad. Kalau kata seorang dosen, Unpad itu berpikir pendek, jadwan kuliah setahun saja berubah-ubah yang menyebabkan sulit mahasiswa dalam membuat perencanaan yang berhubungan dengan akademik. Dosen tersebut membandingkan dengan salah satu Universitas Swasta yang patuh pada jadwal setahun yang sudah ditentukan. Berbeda dengan Unpad yang bisa disebut Perencana yang buruk.
Haus Akreditasi
SPP Progresif dan masalah pada vokasi (D-3 dan Ekstensi) menjadi polemik yang paling hangat saat ini. SPP Progresif yang mewajibkan setiap mahasiswa lulus tepat waktu dan bila lewat dari waktu yang ditentukan maka akan ada tambahan biaya memperlihatkan bahwa Unpad hanya ingin membentuk ribuan sarjana-sarjanaan yang kualitasnya dipertanyakan untuk jadi babu perusahaan asing.
Di sini, saya memandang dampak dari SPP Progresif ini adalah kualitas mahasiswa akan menurun karena mahasiswa di sini hanya mengejar kelulusan tepat waktu untuk tidak mendapat tambahan biaya. Jadinya, si mahasiswa mungkin saja menjadi mahasiswa yang mengejar nilai akademik yang sebenarnya penentuan nilai akademik itu juga semu. Sehingga setelah keluar dari Unpad mereka hanya bisa menjalankan pekerjaan tanpa bisa menjadi seorang pemikir.
Lalu, masalah selanjutnya adalah mahasiswa akan memburu topik skripsi yang mudah dan cepat di kerjakan. Dengan begitu tidak akan ada lagi mahasiswa yang berani mengambil topik yang sulit dan membutuhkan waktu lama. Skripsi atau tugas akhir pun akhirnya hanya menjadi formalitas kelulusan demi lulus tepat waktu. Mahasiswa pun tidak akan memikirkan lagi manfaat dari skripsi atau tugas akhirnya. Walaupun memang ada bagian dalam laporan tentang kegunaan penelitian, tapi biasanya kegunaan tersebut terkadang dibuat normatif. Padahal kegunaannya tidak ada.
Kemudian, kembali ke alasan adanya SPP Progresif ini adalah agar mahasiswa yang lulus dan mahasiswa masuk serta mahasiswa yang masih kuliah seimbang. Bila jumlah semuanya seimbang maka itu nantinya akan berpengaruh pada akreditasi universitas. Hal inilah yang diincar oleh para petinggi Unpad, menaikkan akreditasi Unpad setinggi-tingginya.
Begitu juga dengan pembubaran 12 program studi D-3 dan Ekstensi, semua itu dilakukan untuk menaikkan akreditasi Unpad. Hal tersebut, dikatakan oleh Ganjar dalam diskusi tersebut. Pasalnya, mahasiswa D-3 dan Ekstensi yang standar jangka pendidikannya terhitung lebih cepat dibanding S-1 membuat akreditasi sebuah universitas akan turun bila tingkat kelulusan mereka akhirnya sama seperti S-1.
Saya pun melihat, di sini universitas-universitas negeri di Indonesia (Unpad salah satunya) seperti tidak memandang kualitas mahasiswanya setelah lulus dari universitasnya. Hal ini disebabkan penghitungan akreditasi yang tidak relevan sehingga hasil yang ada sebenarnya tidak representatif untuk dijadikan acuan akreditasi. Seharusnya, pendidikan di Indonesia ini mengutamakan kualitas peserta didiknya, bukan berburu akreditasi atas nama lembaga.
Kalau perguruan tinggi di Indonesia hanya berburu akreditasi atas nama lembaga tanpa memikirkan kualitas mahasiswa, maka yang ada perguruan tinggi di Indonesia layak pabrik sarjana yang tidak mempedulikan kualitas yang penting kuantitas. Bila ini terus berlanjut, maka Indonesia akan kehilangan generasi berkualitas.***
Komentar
Posting Komentar