Muatan lokal Bahasa daerah sempat jadi polemik ketika Kurikulum 2013 memasukkan mata pelajaran tersebut ke Seni dan Budaya. Protes dari beberapa kalangan di setiap daerah mencuat. Ada yang mempertanyakan nasib guru bahasa daerah dan juga pelestarian bahasa daerah itu sendiri.
Pada akhirnya, Menteri Pendidikan pada Antara berujar tidak ada penghapusan mata pelajaran Bahasa Daerah.Mata pelajaran Bahasa Daerah akan dimasukkan ke dalam kolom kurikulum Seni dan Budaya. Sementara itu statusnya tetap sejajar dengan mata pelajaran lainnya dan selanjutnya diserahkan kepada daerah masing-masing tentang kelangsungan mata pelajaran tersebut.
Beberapa hari yang lalu, sempat melihat kicauan seorang pemimpin redaksi dari sebuah stasiun tv berwarna merah di jejaring sosial. Dia berkicau bahwa untuk apa ada bahasa daerah kalau masyarakat sekitar tidak menggunakannya. Lalu, ia lajut berkicau, guru terbaik untuk bahasa daerah adalah orang tua dan masyarakat sekitar.
Namun, dalam Kompas 3 Januari 2013 menuliskan sebuah berita yang berjudul "Guru Bahasa Daerah Pertanyakan Nasib" dituliskan bahwa dalam mata pelajaran bahasa daerah, yang dipelajari tidak hanya masalah percakapan sehari-hari. Tapi di dalamnya juga dipelajari cara membaca, menulis sastra serta mendengarkan karya sastra. Dalam berita tersebut dicontohkan mendengarkan percakanpan acara wayang.
Memang secara kasat mata pelajaran bahasa daerah seolah menjadi tidak penting ketika masyarakat sudah jarang menggunakannya. Tapi, kalau melihat hal tersebut (ketika masyarakat di daerah tertentu sudah jarang menggunakan bahasa daerahnya) seharusnya mata pelajaran bahasa daerah lebih ditingkatkan lagi. Tujuannya untuk tetap melestarikan bahasa daerah tersebut.
Dari ribuan siswa yang mempelajari bahasa daerahnya masing-masing pasti ada sepuluh atau seratus orang yang tertarik memperdalaminya. Di sinilah fungsi bahasa daerah agar tetap ada dan tidak tergerus oleh gelombang bahasa asing di media massa. Jangan melihat dari segi mayoritas orang awam yang kebanyakan (apalagi di daerah perkotaan yang manusianya beragam) sudah tak menggunakan bahasa daerah, tapi lihat dari segi minoritas yang masih mau melestarikan bahasa daerah yang menjadi budaya khas daerah masing-masing.
"Jangan sampai negeri ini di kuasai bahasa asing yang berbondong-bondong secara perlahan masuk, tapi buat negeri ini menguatkan identitas setiap daerahnya agar menangkal bahasa asing yang berbondong-bondong ingin menjajah secara perlahan," sedikit celotehan dari saya
Pada akhirnya, Menteri Pendidikan pada Antara berujar tidak ada penghapusan mata pelajaran Bahasa Daerah.Mata pelajaran Bahasa Daerah akan dimasukkan ke dalam kolom kurikulum Seni dan Budaya. Sementara itu statusnya tetap sejajar dengan mata pelajaran lainnya dan selanjutnya diserahkan kepada daerah masing-masing tentang kelangsungan mata pelajaran tersebut.
Beberapa hari yang lalu, sempat melihat kicauan seorang pemimpin redaksi dari sebuah stasiun tv berwarna merah di jejaring sosial. Dia berkicau bahwa untuk apa ada bahasa daerah kalau masyarakat sekitar tidak menggunakannya. Lalu, ia lajut berkicau, guru terbaik untuk bahasa daerah adalah orang tua dan masyarakat sekitar.
Namun, dalam Kompas 3 Januari 2013 menuliskan sebuah berita yang berjudul "Guru Bahasa Daerah Pertanyakan Nasib" dituliskan bahwa dalam mata pelajaran bahasa daerah, yang dipelajari tidak hanya masalah percakapan sehari-hari. Tapi di dalamnya juga dipelajari cara membaca, menulis sastra serta mendengarkan karya sastra. Dalam berita tersebut dicontohkan mendengarkan percakanpan acara wayang.
Memang secara kasat mata pelajaran bahasa daerah seolah menjadi tidak penting ketika masyarakat sudah jarang menggunakannya. Tapi, kalau melihat hal tersebut (ketika masyarakat di daerah tertentu sudah jarang menggunakan bahasa daerahnya) seharusnya mata pelajaran bahasa daerah lebih ditingkatkan lagi. Tujuannya untuk tetap melestarikan bahasa daerah tersebut.
Dari ribuan siswa yang mempelajari bahasa daerahnya masing-masing pasti ada sepuluh atau seratus orang yang tertarik memperdalaminya. Di sinilah fungsi bahasa daerah agar tetap ada dan tidak tergerus oleh gelombang bahasa asing di media massa. Jangan melihat dari segi mayoritas orang awam yang kebanyakan (apalagi di daerah perkotaan yang manusianya beragam) sudah tak menggunakan bahasa daerah, tapi lihat dari segi minoritas yang masih mau melestarikan bahasa daerah yang menjadi budaya khas daerah masing-masing.
"Jangan sampai negeri ini di kuasai bahasa asing yang berbondong-bondong secara perlahan masuk, tapi buat negeri ini menguatkan identitas setiap daerahnya agar menangkal bahasa asing yang berbondong-bondong ingin menjajah secara perlahan," sedikit celotehan dari saya
Komentar
Posting Komentar