Genangan air cukup tinggi mewarnai Jakarta sebagai ibukota di minggu ketiga Januari 2013 ini. Jalan tol pun akhirnya dipenuhi oleh kendaraan roda dua yang tidak bisa melintasi jalan biasa akibat tergenang air cukup tinggi. Posko-posko banjir mulai bermunculan di kawasan padat penduduk pinggir sungai.
Ibukota Indonesia hampir lumpuh total, jalan protokol seperti Thamrin dan Sudirman tak luput dari terjangan banjir. Curah hujan yang tinggi serta air kiriman dari Bogor didaulat menjadi penyebab banjir Jakarta tahun ini. Selain itu, besarnya banjir yang melanda Jakarta tahun ini merupakan siklus lima tahunan.
"Ada tiga penyebab banjir di Jakarta yaitu, kiriman air yang begitu tinggi, naiknya air laut hingga 2 meter dan hujan lokal yang semakin tinggi intensitasnya sekitar 125 mm," ujar Muhammad Fauzal, mantan Kabid Perencanaan Tatakota DKI Jakarta tahun 2002-2010.
Fauzal melanjutkan bahwa semua itu diakibatkan oleh Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Biru (RTB) yang semakin sedikit di Jakarta. Bahkan untuk RTB, rencana yang dibuat tidak sesuai di lapangannya. Misalnya, lebar Cengkareng Drain harusnya 100 meter, tapi dilapangan hanya tersisa 48 meter. Sementara, Sungai Pesanggrahan dalam perencanaan lebarnya 45 meter, faktanya sekarang sudah tinggal 15 meter.
"Selain, lebar sungai dan drainase yang semakin menyempit, pendangkalan pun terjadi akibat kiriman air beserta lumpur dari kota lain, sehingga sungai-sungai yang menerima air dan lumpur kiriman tersebut semakin dangkal," Lanjut Fauzal.
Masalah banjir di Jakarta memang sudah menjadi masalah utama yang belum terselesaikan oleh para pemimpin Ibukota sejak masih dipimpin oleh seorang Walikota, Suwiryo sampai sekarang. Bahkan, jaman Belanda pun Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia sudah mengalami banjir.
Berbagai kebijakan untuk menanggulangi banjir sudah ada sejak jaman Belanda dengan membuat perencanaan Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur(BKT). Lalu, setelah Indonesia merdeka hingga sekarang berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan untuk menanggulangi banjir hanya ruang lingkup penyelesaiannya sebatas jangka pendek.
"Pada rencana program untuk penanggulangan banjir di Jakarta, setiap eranya selalu menggunakan teknologi canggih, hanya saja yang diselesaikan masih dalam jangka pendek, seperti menjahit baju robek yang sudah sempit," Tutur Fauzal.
Pengerukan lumpur dan sampah di sungai terus di lakukan. tapi air kiriman dari kota lain tetap membawa lumpur dan warga ibukota masih banyak yang membuang ke sungai. Sehingga, upaya yang dilakukan untuk mencegah banjir itu hanya bertahan sesaat dan hal tersebut terus dilakukan oleh pihak pemerintah daerah.
"seharusnya pemerintah daerah bisa melihat akar permasalahannya dan cari solusi untuk menyelesaikan akar permasalahannya bukannya tiap tahun menambal masalah secara jangka pendek," lanjut mantan Kabid Perencanaan Tata Kota DKI Jakarta tersebut.
Nirwono Joga, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti menjelaskan, pemerintah pusat dan daerah harusnya melakukan rekayasa sosial untuk menjadikan semua program terencana sesuai saat berada di lapangan. Permasalahan di dalam masyarakat di abaikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah warga masih seenaknya membuang sampah sembarangan di sungai.
Lalu, gurbenur baru Jakarta, Jokowi sudah menyiapkan rencana jangka menengah dan panjang. Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Sarwo Handayani mengatakan bahwa untuk jangka panjang, pemerintah daerah Jakarta yang baru ini sudah mempersiapkan pembangunan tanggul di kawasan teluk Jakarta. Kemudian, Pemda DKI akan mengupayakan air minum tambahan untuk mengurangi penggunanaan air tanah. Sementara, Jangka menengahnya, Pemda masih mengkaji deep tunnel.
Komentar
Posting Komentar