Bale Kota, salah satu pusat perbelanjaan di Kotamadya Tangerang yang memakan lahan cukup luas. |
Banyak sumber-sumber yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling konsumtif di dunia ini. Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta (terakhir penulis lihat), bayangkan bila dominan penduduknya bersifat konsumtif, pasti merupakan peluang bagi pengusaha-pengusaha lokal maupun asing. Namun, kali ini bukan berbicara masalah peluang usaha di Indonesia, tapi berbicara perkembangan pusat perbelanjaan dan minimarket di Indonesia yang sudah seperti warung kelontong atau warung rumahan yang saling berdekatan bahkan mungkin sejajar satu gang. Tapi kali ini lebih fokus ke pusat perbelanjaan yang memakan lahan amat besar.
Di kotamadya Tangerang di satu titik yang saling berdekatan saja sudah berdiri tiga pusat perbelanjaan yang ukuran lahannya cukup memakan ruang yang seharusnya bisa dibangun ruang terbuka untuk masyarakat. Tiga pusat perbelanjaan itu antara lain, Metropolis Town Square, Tangerang City dan Bale Kota. Jarak ketiganya tidak terlalu jauh, dan beberapa diantaranya memakan lahan yang amat besar.
Belum lagi contoh lainnya di ibukota, sepanjang jalan Sudirman saja sudah ada beberapa pusat perbelanjaan yang sejajar dan berdekatan yang seperti dikatakan pada paragraf awal tadi layaknya seperti kumpulan warung kelontong. Seharusnya, pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan bahwa di setiap Kotamadya atau Kabupaten hanya ada dua pusat perbelanjaan. Sehingga perkembangannya lebih teratur dan lahan yang tersisa bisa dibangun taman kota untuk warga bencengkrama di luar terbuka.
Bila pembangunan pusat perbelanjaan terus terjadi dengan jarak berdekatan, malah akan meningkatkan konsumtifnya bangsa ini. Bila, ruang terbuka hijau yang dikembangkan, maka warga punya pilihan lain dalam menghabiskan waktu luang yaitu di taman kota yang tertata indah dan rapi. Namun, apa daya sepertinya semua sudah telat, para pihak pemerintah daerah sudah haus akan uang yang mengalir dari izin pembangunan pusat perbelanjaan yang megah-megah tersebut. Semuanya sudah dibangun berdekatan seperti tetangga, bahkan salah satu pusat perbelanjaan tersebut bisa cepat bangkrut bila kalah bersaing dengan lainnya.
Sekarang yang bisa dilakukan harusnya pemerintah daerah menghentikan izin pembangunan pusat perbelanjaan lainnya, lalu memberikan pajak bangunan yang sangat mahal kepada pusat perbelanjaan yang ada. Namun, itu bila pemerintah daerah sadar, pembangunan pusat perbelanjaan itu bukannya membangun daerahnya tapi malah membuat sumpek, bahkan mungkin Ibukota Indonesia bisa disebut dengan julukan "Kota Seratus Mall", karena jumlah pusat perbelanjaan yang dibangun sudah tak terkoordinir dan tertata rapi lagi.
Komentar
Posting Komentar