Sepakbola Kampus Kian Asing

dok USBU


Pasca Malari, Mahasiswa dilarang berpolitik yang menyebabkan mereka fokus ke olahraga yang terutama sepakbola.
 
POPULARITAS sepakbola kampus kian merosot di kalangan mahasiswa, padahal sepakbola itu salah satu olahraga yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Namun, dibalik kepopuleran sepakbola di mata masyarakat Indonesia, Sepakbola kampus belum bisa menyentuh seluruh elemen mahasiswa untuk beramai-ramai kembali menyaksikan aksi kampusnya bertanding melawan kampus lain.

Hal tersebut, terlihat pada Liga Mahasiswa Jawa Barat (Lismajab) 2013 yang sepi penonton. Walaupun, Dandy, Ketua Unit Sepakbola Universitas Padjadjaran (USBU) mengungkapkan minimnya penonton Lismajab karena jadwal yang tidak sesuai dengan jadwal mahasiswa kuliah. Ia pun memberikan contoh, pertandingan Lismajab diadakan saat liburan, Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau di pagi hari.

Namun, Dandhy tidak memungkiri, semakin kesini sepakbola kampus memang semakin kurang diminati. Apalagi fenomena yang terjadi sekarang, mahasiswa lebih suka menggilai klub sepakbola asing. Lebih ramai ketika nonton bareng liga eropa daripada meramaikan dan mendukung tim kampusnya bertanding.

Namun, fenomena tersebut bisa dibilang wajar karena memang pihak pemerintah dan lembaga tinggi sepakbola Indonesia sendiri tidak begitu memperhatikan sepakbola kampus. Bahkan, Badan Pembinaan OlahragaMahasiswa Indonesia (Bapomi) mengatakan pihaknya sudah tidak fokus lagi mengembangkan sepakbola mahasiswa sebagai pembinaan dini. Mereka cenderung memilih fokus di futsal yang lebih digandrungi oleh mahasiswa.

Kisah 1980-an
 Moh. Achwani bercerita tentang sepakbola kampus yang melejit di 1980-an setelah PSSI yang diketuai Kardono mengadakan Liga Gabungan Siswa dan Mahasiswa (Gala Siswa) yang sekarang mirip seperti Liga Pendidikan Indonesia (LPI). Di tahun tersebut, sepakbola kampus menjadi perhatian lebih dari masyarakat sekitar dan mahasiswa kampus yang sedang bertanding timnya. Pasalnya, gengsi pertandingan antar kampus meningkat karena ramainya berbagai pagelaran kejuaraan selaras dengan kondisi kampus yang di jaga ketat oleh militer.

"Pasca kejadian Malari, kampus-kampus mulai dijaga oleh militer, saat itulah mahasiswa dilarang berdemo dan berpolitik, sehingga mereka memilih fokus di olahraga dan yang populer jelaslah sepakbola, pertandingan antar kampus saat itu suasananya seperti pertandingan antar klub profesional, stadion ramai, dan para pemain seolah bergairah dengan dukungan suporter tersebut," kenang Achwani.

Fenomena menarik kembali bisa ditarik dari pernyataan Achwani bahwa pasca Malari, mahasiswa tidak boleh berekspresi lewat politik dan fokus ke olahraga. Sekitar 1980-an juga banyak lahir klub-klub sepakbola di kampus seperti klub Unpad yang bernama USBU dan klub Budi Luhur yang menjuarai LPI pertama kali pada 2009 lalu.

 Selain itu, Achwani pun menceritakan bahwa pada era tersebut pemain nasional yang belum diatur lewat peraturan pemain profesional ikut membela tim kampusnya. Sehingga ada pola menarik dalam lahirnya pemain dari sepakbola kampus ini, yaitu pemain yang sudah jadi (Pemain nasional) bisa semakin berkembang karena bermain dengan yang seumuran. Lalu, pemain yang dalam proses pertumbuhan ikut berkembang pesat karena bersaing dengan pemain seumuran yang sudah matang.

Belum lagi, karena para pemain nasional tersebut membela kampusnya maka mereka berhak mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Karena, sepakbola sendiri tidak hanya mengandalkan otot tapi juga otak yang membuat pendidikan juga mempunyai peran penting dalam sepakbola.

Namun, kini pemain sepakbola kampus hanya dipandang sebagai pemain kelas tiga, walaupun banyak di dalam pemain sepakbola kampus para pemain yang bermain untuk daerahnya masing-masing di Pekan Olah Raga Daerah (Porda). Mungkin, karena minimnya publikasi di media massa membuat sepakbola kampus semakin asing ditelinga mahasiswa.

Padahal, sepakbola kampus sendiri berpeluang menghadirkan pemain nasional alternatif bila organisasinya di garap yang serius dan mendapatkan dukungan dari pihak rektor, pemerintah dan lembaga tertinggi sepakbola di Indonesia.

Komentar