Toleransi untuk Masa Depan



Kehidupan beragama di dunia yang mempunyai beragam agama ini harus mengedepankan toleransi satu sama lain. Ketika egoisme salah satu agama mencuat dan melemparkan toleransi tersebut, peperangan kembali terjadi dengan membawa kepentingan agama. Padahal sesungguhnya agama itu ada bukan untuk dijadikan alasan berperang.

Ajaran Monoteisme yang mulai berkembang di Timur Tengah menjadi awal peradaban agama tauhid yang hanya mempercayai satu tuhan. Namun, beragamnya agama yang berada di daerah tersebut malah menimbulkan konflik antar agama. Bahkan ada pula konflik di dalam internal agama itu sendiri.

Toleransi antar umat beragama sebenarnya sudah tertuliskan dalam sebuah dokumen yang disebut Piagam Madinah. Dokumen yang terdiri dari lima puluh pasal tersebut dibuat ketika Nabi Muhammad SAW tiba di kota Yastrib atau lebih dikenal dengan Madinah. Tertulis dalam pasal 37 dokumen tersebut yang menyebutkan bahwa mereka (Kaum Muslimin dan Yahudi) harus saling menasihati, bermusyawarah, bergaul secara terhormat dan tidak boleh saling berkhianat.

Kehadiran ajaran Islam di tengah-tengah kisruh ajaran Kristen yang terbagi menjadi dua yaitu timur (Perjanjian Lama) dan barat (Perjanjian Baru) menjadi awalnya ketidakharmonisan antar dua ajaran tersebut. Walaupun, sebelum hadirnya Islam, Kristen lebih dulu berpolemik dengan kaum Yahudi yang merupakan cikal bakal ajaran kaum Nasrani tersebut.

Ketika Islam mulai menyebar ke sekeliling Timur Tengah, Kristen Timur merasa terancam. Lalu, penyebaran meluas lagi ke daerah Afrika Utara dan Spanyol. Kristen Barat juga bergerak untuk menghentikan penyebaran Islam yang mengancam ajaran mereka.

Pada era Khalifah Al Ma'mun 832 Masehi, ia mendirikan rumah bijaksana yang berisi kajian intelektual dari dunia barat. Kajian intelektual yang banyak diambil dari Yunani tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa arab untuk mempermudah penyebaran ke kaum muslim yang dominan berada di Timur Tengah. Dalam proses penerjemahannya, kaum muslimin ini dibantu oleh penerjemah dari kaum Nasrani. Salah satunya adalah Hunain Ibn Ishaq, seorang Kristen Nestorian dari Hira yang mempunyai pengalaman cukup mumpuni dalam menerjemahkan banyak karya ke bahasa Arab.

Hugo Goddara menuliskan buku yang berjudul Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen ini dengan menggambarkan kondisi hubungan antar agama tersebut dalam beberapa periode. Penggambaran masa lalu awal lahirnya ajaran Islam yang penuh dengan perang antar agama dilanjutkan dengan pembahasan bahwa di era modern banyak kaum barat yang akhirnya mempelajari Islam lebih dalam.

Walaupun sudah menelaah lebih dalam dan berusaha objektif, tapi tetap saja kaum Barat tak bisa melepaskan kesubjektifannya dari masa lalu. Apalagi, Barat (Eropa) sudah mulai bangkit dan mengembangkan kolonialisme dan imperialismenya pada masa itu.

Buku setebal 404 Halaman karya Hugh Goddard yang merupakan dosen senior teologi islam di Universitas Nottingham juga menuliskan berbagai motif dan penyebab munculnya berbagai reaksi dari kedua belah pihak terhadap pihak lain antar agama tersebut. Hubungan Islam-Kristen yang tengah memanas ditandai dengan berbagai peristiwa kekerasan membuat Hugh dalam bukunya memandang semua hal itu tak harus terjadi. Bila kedua pihak bisa meningkatkan sikap saling memahami dan toleransi maka bisa menjalin kerja sama yang positif di masa depan, bukannya semakin memperkeruh hubungan kedua belah pihak tersebut.

Komentar