2013, seperti menjadi tahun yang cukup sial bagi Kemendikbud dan panitia pelaksana Ujian Nasional untuk tingkat Sekolah Menengah Atas. Keterlambatan pengerjaan soal ujian nasional ini disebutkan bahwa penyebabnya ada pada percetakan. Salah satu percetakan yang berada di daerah Bogor ini belum selesai mencetak pada garis mati yang sudah ditentukan. Percetakan yang ditugaskan mencetak soal UN untuk 11 Provinsi ini pun diniliai pihak Kemendikbud belum berpengalaman mengurusi soal UN yang beragam.
"Percetakan asa Bogor tersebut baru sekali mengurusi soal-soal UN di satu Provinsi dan itupun soalnya tidak beragam,"ujar salah satu Staff Khusus Kemendikbud.
Namun, apakah percetakan, satu-satunya oknum yang menjadi kambing hitam untuk berantakannya pelaksanaan UN tahun ini? Karena masalahnya tak hanya UN yang tidak serentak se-Indonesia saja, tapi kualitas Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang kualitasnya tak cukup baik. Walaupun pihak Kemendikbud mengatakan tipisnya lembar jawaban tersebut tetap mudah di baca komputer.
Meskipun begitu, kualitas kertas yang lembar jawaban yang tipis ini membuat siswa peserta UN akan sulit bila ingin menghapus jawaban yang sudah dilingkari hitam. Karena, kemungkinan kertas robek saat proses menghapus sangat besar mengingat tipisnya kertas.
Selain kekisruhan teknis UN, tercium bau adanya penyelewangan dana UN oleh pihak Kemendikbud. Kabarnya pun Indonesian Corruption Watch (ICW) siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelisik kemungkinan adanya penyelewangan dana dalam pelaksanaan UN ini. Pihak Kemendikbud pun mengatakan tidak akan menghalang-halangi KPK untuk menelisik lebih jauh kementriannya dalam kemungkinan adanya penyelewangan dana pelaksana UN.
Itu baru masalah yang sudah terjadi, belum masalah selanjutnya yang kemungkinan bisa terjadi seperti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) yang terintegrasi dengan UN bisa saja bermasalah. Pasalnya, apakah hasil UN sudah representatif sebagai acuan untuk masuk ke perguruan tinggi. Karena, bocoran kunci jawaban UN yang menyebar tidak merata membuat hasil UN tampaknya kurang representatif untuk dijadikan acuan masuk perguruan tinggi negeri. Akankah ada surat kekecewaan atas hasil UN yang diintegrasikan dengan SNMPTN nanti?
Berbicara UN lebih jauh lagi, seberapa pentingkah keberadaan UN? pihak Kemendikbud hanya menyebutkan UN itu penting sebagai tolak ukur keberhasilan sistem kurikulum selama ini. Namun, apakah tolak ukur keberhasilan kurikulum dan pendidikan cukup dengan UN? Apakah harus status 'lulus' dan 'tidak lulus' itu penting?
Kehadiran UN sendiri membuat sekolah selama tiga tahun seolah untuk empat hari saja. Lagipula, dalam mengejar hasil terbaik dalam UN, siswa hanya belajar kebut satu semester setelah itu hanya sedikit materi yang mereka pahami. Kenapa, jenjang pendidikan tidak mengalir bagai air saja sedangkan masalah tanggung jawab masa depan ada di tangan para siswa sendiri.
Lalu, untuk mengejar masa depan yang menjadi tanggung jawab mereka, sekolah memberikan mata pelajaran "Perencanaan Masa Depan" seminggu sekali sejak sekolah dasar. Sehingga para siswa bisa fokus memilih bagian ilmu yang akan mereka pahami untuk menunjang masa depannya. Tak harus mempelajari semuanya untuk bisa lulus lewat UN tapi setelah itu dilupakan tiga perempatnya.
"Perencanaan Masa Depan" ini nantinya akan tidak terputus bila pindah tingkat sekolah. SIswa terus melanjutkan catatan rencana masa depannya dan bagaimana cara meraihnya sampai mereka lulus kuliah. Bedanya, saat di pendidikan dasar 12 tahun, siswa masih di bimbing oleh guru untuk bisa terus terarah ke masa depan yang mereka inginkan. Hal ini bisa membantu Indonesia dalam menciptakan generasi yang pintar dalam berencana. Tidak seperti salah seorang rektor di sebuah perguruan negeri di Jatinangor yang logonya Kujang mengatakan, "Kami memang tidak terlalu baik dalam hal perencanaan, makanya banyak pembangunan yang sedikit kurang direncanakan terpaksa dibongkar ulang."
"Percetakan asa Bogor tersebut baru sekali mengurusi soal-soal UN di satu Provinsi dan itupun soalnya tidak beragam,"ujar salah satu Staff Khusus Kemendikbud.
Namun, apakah percetakan, satu-satunya oknum yang menjadi kambing hitam untuk berantakannya pelaksanaan UN tahun ini? Karena masalahnya tak hanya UN yang tidak serentak se-Indonesia saja, tapi kualitas Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang kualitasnya tak cukup baik. Walaupun pihak Kemendikbud mengatakan tipisnya lembar jawaban tersebut tetap mudah di baca komputer.
Meskipun begitu, kualitas kertas yang lembar jawaban yang tipis ini membuat siswa peserta UN akan sulit bila ingin menghapus jawaban yang sudah dilingkari hitam. Karena, kemungkinan kertas robek saat proses menghapus sangat besar mengingat tipisnya kertas.
Selain kekisruhan teknis UN, tercium bau adanya penyelewangan dana UN oleh pihak Kemendikbud. Kabarnya pun Indonesian Corruption Watch (ICW) siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelisik kemungkinan adanya penyelewangan dana dalam pelaksanaan UN ini. Pihak Kemendikbud pun mengatakan tidak akan menghalang-halangi KPK untuk menelisik lebih jauh kementriannya dalam kemungkinan adanya penyelewangan dana pelaksana UN.
Itu baru masalah yang sudah terjadi, belum masalah selanjutnya yang kemungkinan bisa terjadi seperti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) yang terintegrasi dengan UN bisa saja bermasalah. Pasalnya, apakah hasil UN sudah representatif sebagai acuan untuk masuk ke perguruan tinggi. Karena, bocoran kunci jawaban UN yang menyebar tidak merata membuat hasil UN tampaknya kurang representatif untuk dijadikan acuan masuk perguruan tinggi negeri. Akankah ada surat kekecewaan atas hasil UN yang diintegrasikan dengan SNMPTN nanti?
Berbicara UN lebih jauh lagi, seberapa pentingkah keberadaan UN? pihak Kemendikbud hanya menyebutkan UN itu penting sebagai tolak ukur keberhasilan sistem kurikulum selama ini. Namun, apakah tolak ukur keberhasilan kurikulum dan pendidikan cukup dengan UN? Apakah harus status 'lulus' dan 'tidak lulus' itu penting?
Kehadiran UN sendiri membuat sekolah selama tiga tahun seolah untuk empat hari saja. Lagipula, dalam mengejar hasil terbaik dalam UN, siswa hanya belajar kebut satu semester setelah itu hanya sedikit materi yang mereka pahami. Kenapa, jenjang pendidikan tidak mengalir bagai air saja sedangkan masalah tanggung jawab masa depan ada di tangan para siswa sendiri.
Lalu, untuk mengejar masa depan yang menjadi tanggung jawab mereka, sekolah memberikan mata pelajaran "Perencanaan Masa Depan" seminggu sekali sejak sekolah dasar. Sehingga para siswa bisa fokus memilih bagian ilmu yang akan mereka pahami untuk menunjang masa depannya. Tak harus mempelajari semuanya untuk bisa lulus lewat UN tapi setelah itu dilupakan tiga perempatnya.
"Perencanaan Masa Depan" ini nantinya akan tidak terputus bila pindah tingkat sekolah. SIswa terus melanjutkan catatan rencana masa depannya dan bagaimana cara meraihnya sampai mereka lulus kuliah. Bedanya, saat di pendidikan dasar 12 tahun, siswa masih di bimbing oleh guru untuk bisa terus terarah ke masa depan yang mereka inginkan. Hal ini bisa membantu Indonesia dalam menciptakan generasi yang pintar dalam berencana. Tidak seperti salah seorang rektor di sebuah perguruan negeri di Jatinangor yang logonya Kujang mengatakan, "Kami memang tidak terlalu baik dalam hal perencanaan, makanya banyak pembangunan yang sedikit kurang direncanakan terpaksa dibongkar ulang."
Komentar
Posting Komentar