Sesosok orang mengenakan kostum yang diimajinasikan seperti setan dengan balutan kain hitam disekujur tubuhnya dari rambut hingga kaki dengan senjata tajam khas setan. Puluhan orang di depannya berteriak dengan seruan "Setan Pendidikan Indonesia" sambil berjalan dari depan Atma Jaya hingga depan pagar gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Matahari siang yang menyengat, tidak membuat beberapa sosok yang sudah dimakan umur menyerah dalam aksi Longmarch menuntut tidak disahkannya Kurikulum pendidikan Indonesia 2013 hari ini oleh anggota dewan. Mereka yang menyebut dirinya "Aliansi Revolusi Pendidikan" ini pun memberikan cap Setan kepada enam orang yang berhubungan dengan pembuatan kurikulum 2013 untuk pendidikan di Indonesia. Enam orang itu dua diantaranya adalah wakil presiden Boediono dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh.
"DPR jangan kayak banci, kurikulum 2013 itu terlalu makan banyak uang rakyat tapi hasilnya nol," ujar Retno Listyarti dari Federasi Serikat Guru Indonesia.
Biaya proses kurikulum 2013 sebesar sekitar 2 triliun rupiah menjadi salah satu yang dipermasalahkan dari para pelaku aksi yang mengaku dirinya Aliansi Revolusi Pendidikan. Karena, angka tersebut terlalu besar padahal konten yang diberikan kepada elemen pendidikan tidak seberapa dan merata ke bagaian pelosok daerah Indonesia terpencil. Belum lagi, pelaksanaan kurikulum ini yang amat mepet sehingga dianggap tidak bisa maksimal.
Selain berteriak masalah penolakan kurikulum 2013, Aksi yang juga diikuti oleh mahasiswa Atma Jaya dan Uhamka ini juga mempermasalahkan sertifikasi guru yang terkesan menggambarkan bahwa guru di Indonesia itu bodoh. Sistem yang menggunakan soal pilihan ganda dalam menentukan sertifikasi guru dinilai tidak membuat guru berkembang ke arah yang lebih baik. Belum lagi, pemberian buku panduan untuk kurikulum 2013 yang membuat para guru dalam aliansi tersebut merasa terkekang.
Tak hanya itu, mereka juga menolak Ujian Nasional dijadikan acuan untuk kelulusan dan menjadi patokan masuk ke perguruan tinggi negeri.
"UN itu seharusnya tidak dijadikan patokan untuk kelulusan, apalagi jadi patokan masuk ke perguruan tinggi negeri, untuk kelulusan bisa diserahkan kepada kami para guru," lanjut Retno disela-sela aksinya di depan gedung DPR.
Selain itu, Retno yang saat itu mengenakan pakaian penuh dengan warna hijau mengatakan bahwa sesungguhnya kurikulum 2006 masih layak untuk digunakan. Hanya saja, seharusnya pemerintah menyosialisasikannya lebih merata, tak hanya di kota-kota besar saja.
Komentar
Posting Komentar