Cinta Tanpa Melihat, Mendengar dan Bersuara

Nicolas Saputra berperan sebagai Edo dalam film What They Dont Talk About When They Talk About Love yang menyamar sebagai dokter hantu


Diana (Karina Salim), gadis yang mempunyai masalah dengan penglihatannya, ia hanya bisa melihat dari jarak 2 cm itu pun buram hanya melewati hari-harinya di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebagai gadis yang sudah berumur 17 tahun, Diana belum juga mendapatkan menstruasi pertamanya yang menandakan seorang gadis kecil telah menjadi perempuan dewasa.

Andhika(Anggun Priambodo), pemuda yang hampir seumuran dengan Diana datang ke sekolahnya sebagai siswa baru. Tak disangka kedatangan Andhika seperti merubah hidup Diana. Ada sebuah perasaan spesial yang hadir di hati Diana ketika berada di dekat Andhika. Selain itu, seolah berhubungan dengan kehadiran Andhika, DIana akhirnya mendapatkan menstruasi pertamanya, kini Diana sudah menjadi perempuan dewasa. Tapi, masalah muncul, apakah Andhika merasakan perasaan yang sama seperti yang dirasakan Diana?

Ternyata, Andhika mempunyai perempuan yang selalu ia puja-puja semasa ia masih melihat. Namun, sayang takdir membuat Andhika harus berpisah dengan kekasihnya yang ia puja bernama Gadis.

Dibalik kisah percintaan Diana, sebenarnya ibu Diana menginginkan dirinya menjadi seorang penari balet. Namun, karena kekurangannya yang hanya dapat melihat dalam jarak 2 cm membuat mimpi sang ibunya buyar.

Fitri(Ayushita) , gadis tuna netra sejak lahir yang satu kamar di asrama bersama Diana punya kisah yang berbeda lagi. Kisah percintaan yang bisa dibilang cukup tragis sebagai gadis tuna netra. Ia mempunyai pacar yang selalu memuja dirinya cantik, dan pacarnya menjanjikan bahwa ia bisa menjadi artis karena wajahnya yang cantik. Namun, pacarnya ini ternyata hanya tertarik dengan tubuh Fitri, ia kerap mencabuli Fitri yang tak melihat ini.

Namun, di kisah Fitri ada sebuah cerita tentang dokter hantu. Kisah dokter hantu ini lahir dari salah seorang pengajar yang menceritakan bahwa dulu sebenarnya asrama tempat Fitri tinggal sekarang adalah sebuah rumah sakit. Namun, suatu saat rumah sakitnya terbakar, tapi si dokter tidak mau meninggalkan pasiennya yang terjebak dalam rumah sakit hingga harus mati bersama pasiennya.

Edo (Nicholas Saputra), seorang pria berumur 30 tahun, Ia ialah anak pungut dari ibu penjual makanan di deket sekolahnya Fitri dkk. Pemuda tuna rungu ini sudah sejak lama memperhatikan Fitri, bahkan saat Fitri dicabuli oleh pacarnya, ia pun mengintip dari lubang pintu. Edo terus mengikuti Fitri, sampai suatu saat ia tahu bahwa Fitri begitu memuja dokter hantu yang melegenda di asrama SLB tersebut.

Edo pun menyamar menjadi sosok dokter hantu tersebut dan Fitri terus menulis surat untuknya setiap malam diletakkannya di pagar kolam renang asrama. Hingga si tuna rungu dan tuna netra tersebut bisa saling mengekspresikan cintanya.

Menariknya di sini, sebuah kalimat yang terlontarkan oleh Fitri dewasa di rumah kontrakannya bersama Edo, "Lelaki itu mencintai dari apa yang ia lihat, semnetara perempuan mencintai dari apa yang ia rasa dan dengar." pernyataan itu seperti menggambarkan karakter Fitri, ia buta, tapi mudah di rayu gombal oleh lelaki. Pacarnya yang pertama amat buruk rupa dengan tompel besar di pipi kirinya, tp Fitri tak pernah melihat fisiknya dan ia tetap mencintai pacar pertamanya tersebut serta menuruti apapun kemauan si pacar pertamanya itu.

Sementara, Edo yang tuli dan gagu dalam sebuah khayalan mengatakan bahwa pria memberikan gombalan tidak hanya lewat mulut saja tapi juga bisa dengan ciuman. Itu pun tampak pada tindakan Edo kepada Fitri, karena ia gagu, jadi semua ekspresi cintanya hanya bisa dipertunjukkan lewat ciumannya kepada Fitri.

Kutipan Fitri di atas pun berlanjut juga pada kisah cinta Diana. Andhika yang tak melihat, tak pernah merespon segala sikap perhatian Diana. Namun, perasaan Diana membuatnya tidak menyerah dan terus berusaha membuat Andhika sadar dan membalas perasaannya tersebut.

Secara keseluruhan film ini cukup menarik dengan objeknya anak yang membutuhkan kebutuhan khusus, serta penggambaran cinta yang disiratkan percintaan antar manusia yang berkebutuhan khusus tersebut. Sayangnya, ada beberapa gambar yang tidak cukup jelas bisa dicerna penonton. Seperti, bahwa Andhika sebenarnya ialah siswa baru di SLB tersebut. Dalam filmnya, tergambarkan, Andhika hanya siswa lama sama dengan siswa lainnya.

Satu hal yang menjadi perhatian, walaupun film ini di buat khusus untuk kategori Dewasa, tapi masih ada kemungkinan anak Sekolah Menengah Atas untuk menyaksikannya. Penggambaran rokok yang Edo berikan kepada Fitri sebagai tanda penghilang stress bisa mempengaruhi para penontonnya dari kalangan anak SMA atau SMP tersebut dalam mengartikan rokok. Mereka mungkin saja terpengaruh dan menganggap bahwa rokok itu benar-benar bisa menghilangkan stress.

Klimaks yang masih belum penulis pahami di sini adalah ketika di akhir cerita, Fitri, Diana dan Andhika sebagai petugas pengibar bendera. Momen terakhirnya ketika lantunan lagu kebangsaan Indonesia Raya Berakhir, bendera merah putih tepat di atas tiang dan Edo hanya merokok memandang dari kejauhan para anak SLB sedang upacara Bendera. Sampai sekarang masih me-reka-reka apa maksud dari bagian scene tersebut.

Komentar