Tragedi 1966 (1) : Ekonomi Runtuh, Tangan Barat Menyapa

Diorama Monumen Nasional, replika demonstrasi tiga tuntutan rakyat (Tritura) 1966


Suasana masih mencekam, embel-embel komunis terus dimusnahkan oleh pasukan Angkatan Darat saat itu. Indonesia, negeri yang baru berumur sekitar 20 tahunan dari kemerdekaan yang di raihnya pada 17 Agustus 1945 ini mengalami fase yang tidak stabil. Kondisi ekonomi negara yang terus melorot akibat pembangunan besar-besaran di ibukota sebelum terjadi gerakan tiga puluh September (Gestapu).

 Di tengah tekanan kondisi ekonomi, sosial dan politik, mahasiswa saat itu yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) melakukan aksi demonstrasi Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang antara lain pembubaran Partai Komunias Indonesia (PKI), perombakan kabinet Dwikora dan turunkan harga sandang pangan.

Dari tiga tuntutan tersebut, hanya tuntutan terakhir yang terlihat menyuarakan suara masyarakat luas. karena kondisi Ekonomi saat itu sedang inflasi 650%. Sedangkan, dua poin lainnya lebih bersifat politis pihak Angkatan Darat yang saat itu dipimpin Soeharto.

Tak lama setelah tuntutan Tritura dari mahasiswa, munculnya peristiwa misteri yang sering disebut Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 1966. Mulai dari 11 Maret itulah Soeharto menjadi petugas pelaksana tidak resmi kepemimpinan Indonesia yang selanjutnya pada 4 April, kekuasaan tertinggi negara dipegang Soeharto, Adam Malik dan Sultan Hamengkubuwono IX.
*

Sebelum peristiwa Gestapu, tepatnya 1963, masyarakat Indonesia mendapatkan sercercah harapan tentang perkembangan ekonominya. Ketika Indonesia berhasil mendapatkan kembali Irian Barat, saat itu masyarakat berharap pemerintah bisa fokus di sektor perekonomian yang kian terpuruk. 

Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada 28 Maret 1963 dikumandangkan presiden Soekarno. Dekon ini sebagai kebijakan sementara untuk meredakan keresahan masyarakat saat itu atas kondisi Ekonomi yang terus menurun. Dekon direncanakan Soekarno sebagai awal kebijakan ekonomi yang realistis. Banyak peraturan yang tidak lagi dipaksakan dalam hal perdagangan dan pembangunan. Kemudian, lebih ditegakkannya lagi disiplin dalam pengeluaran pemerintah apapun bentuknya.

Namun, setelah Dekon ini terjadi peristiwa yang membuat pemerintah kembali harus fokus di sektor politik luar negeri. Konfrontasi dengan Malaysia membuat sektor ekonomi dalam negeri semakin parah, hutang negara terhadap asing saat itu mencapai US$ 2,3 Milyar. Saat itu hutang negara didominasi oleh kreditur dari Uni Sovyet. Amerika Serikat sebagai kreditur paling rendah untuk Indonesia sekitar 7,5% dari keseluruhan hutang.

Kembali ke 1966,  kondisi ekonomi yang amat buruk, membuat pemerintahan baru tidak resmi Indonesia saat itu seperti meminta-minta mencari bantuan dana asing. Amerika Serikat yang kecewa karena pada era Soekarno bantuannya digunakan untuk merebut Irian Barat dan Ganefo, memberikan syarat-syarat untuk Indonesia bila ingin kembali mendapatkan kredit dari pihaknya. Salah satunya ialah dengan berdamai dengan Malaysia.

Lalu, munculah berbagai prediksi dan komentar dari pihak Angkatan Darat saat itu tentang bantuan Amerika Serikat dan sekutunya kepada Indonesia. Mereka yakin pihak blok barat akan membantu Indonesia, karena Soeharto dengan pasukannya berhasil menghancurkan partai komunis terbesar di Indonesia tanpa ada bantuan dari negara blok barat.

Apalagi, bisa dibilang Indonesia merupakan daerah vital dan potensial, jadi banyak pula pengamat saat itu yang berpendapat pihak blok barat pasti akan membantu Indonesia dengan memberika hutang. Pasukan Angkatan Darat saat itu juga berkomentar, "Amerika Serikat dan sekutunya pasti akan membalas budi pihak Indonesia yang sudah membereskan komunis tanpa sepeser pun bantuan dari pihak blok barat, sementara mereka mati-matian mengeluarkan jutaan dollar untuk membereskan komunis di Vietnam."

Mental pemerintah saat itu pun konon katanya sedang mengalami ketidak percayaan terhadap diri sendiri yang amat besar. Karena inflasi 650% yang benar-benar membuat kondisi sulit, sehingga mereka tidak percaya apa yang dimilikinya bisa mengembalikan ke kondisi yang lebih stabil. Terlintas dipikiran mereka hanyalah cara instan yang cepat dan mudah untuk mengembalikan ke kondisi yang lebih stabil, yaitu bantuan asing berupa hutang dengan bunga dari 2-4%.
 

Komentar