3 Oktober 1966, selalu disebut oleh orde baru sebagai awal kebangkitan ekonomi Indonesia. Saat itu, diresmikan aturan pokok-pokok regulasi ekonomi Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia yang amat terpuruk dan dibuat pandangan bahwa tidak bisa diselamatkan bila tidak melalui bantuan asing itu akhirnya memperoleh banyak bantuan dari Amerika Serikat (AS) setelah misteri supersemar.
Setelah banyak bantuan yang dikucurkan dari April sampai Agustus 1966, pada bulan kedelapan dalam kalender masehi tersebut, Universitas Stanford membawa 170 orang pimpinan senior dunia usaha internasional dalam acara Pacific Industrial Conference ke Jakarta. Entah berhubungan atau tidak, pada November 1966, Indonesia diundang ke Business International Conference di Jenewa, Swiss (beberapa sumber dari buku salah seorang wartawan Amerika Serikat, tanggal pertemuan disebutkan November 1967, namun bila melirik garis waktu yang ada seharusnya 1966).
Konferensi Bisnis Internasional yang didukung oleh Life Time inc. yang pesertanya ialah pengusaha-pengusaha terkemuka dunia dan perwakilan Indonesia. Salah satunya ialah David Rockefeller dan beberapa perusahaan dunia seperti, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, Freeport, Alcoa dan US Steel. Serta ada pula perwakilan dari ADB (Asia Development Bank), IMF dan Bank Dunia. Sementara wakil dari Indonesia ialah Adam Malik, Menteri Luar Negeri dan Sultan Hamengkubuwono IX, wakil perdana menteri bidang ekonomi, serta diajak pula teknorat ekonom-ekonom Indonesia yang didominasi lulusan Berkeley, California, Amerika Serikat.
Para teknorat ekonom Indonesia tersebut sebenarnya sudah diangkat oleh pemerintah orde baru menjadi penentu kebijakan ekonomi Indonesia. Teknorat ekonom Indonesia di Jenewa sendiri di pimpin oleh Widjodjo Nitisastro, yang merupakan lulusan dari universitas Berkeley. Dalam pertemuan yang dianggap istimewa tersebut terbagi ke dalam lima pos, selanjutnya perwakilan Indonesia saling berdiskusi di lima pos yang sudah ditempati oleh pengusaha dan institusi ekonomi internasional.
Pada akhirnya, dari pertemuan tersebut disetujui beberapa hal antara lain mengenai maksimalisasi penggolahan sumber daya alam di Indonesia. Dalam proses pengelolaan, Indonesia, yang saat itu masih berumur biji jagung, akhirnya dibantu atau bisa dibilang dikuasai sementara oleh pihak-pihak asing agar sumber daya alam yang ada tidak disia-siakan. Hasilnya antara lain, Freeport mendapatkan gunung tembaga di Papua Barat, sebuah konsorsium AS/Eropa mendapatkan nikel, Raksasa Alcoa mendapatkan bagian terbesar bouksit, perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapatkan hutan tropis Sumatera.
Selanjutnya, aturan kebijakan ekonomi Indonesia pun diatur dari kebijakan pasar sampai manghapus konsep barang publik atau komunitas. Dalam konsep aturan pasar, membuat konsep lebih terbuka dan upah buruh diturunkan. Kemudian, konsep memotong pengeluaran anggaran negara untuk pendidikan, kesejahteraan rakyat dan kepentingan umum lainnya seperti jalan dsb, anggaran lebih dipakai untuk mengembangkan bisnis. Lalu, menghapus berbagai peraturan pemerintah yang mengurangi keuntungan pengusaha. Selain itu, juga menjual BUMN dibidang barang dan jasa seperti Tol, Rumah sakit dan air minum ke swasta. Terakhir, menghilangkan jaminan sosial untuk rakyat miskin membuat pandangan bahwa hidup ini masalah individu bukan negara.
Lanjutan dari pertemuan istimewa tersebut, AS terus mendekati Indonesia dan membuat perjanjian dengan Indonesia tentang jaminan warga AS yang berinvestasi di Indonesia untuk dijamin atas kerugian bila ada nasionalisasi perusahaan, tidak adanya penukaran mata uang atau kerusakan karena peperangan revolusi atau pemberontakan. Setelah AS, perjanjian serupa di tanda tangani oleh Indonesia untuk menjaga hubungan dengan Belanda, Denmark dan Jerman Barat.
Kemudian, 10 Januari 1967, pemerintah orde baru menerbitkan aturan baru dalam penanaman modal asing. Ini merupakan lanjutan dari pertemuan pada November 1966, peraturan penanaman modal asing tersebut diberlakukan dalam UU No.1 Tahun 1967. Lalu, berhubungan dengan diberlakukannya peraturan penanaman modal asing, sembilan hari setelahnya didirikanlah Badan Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM) yang akhirnya namanya diubah menjadi Tim Teknis Penanaman Modal (TTPM) . Itulah fondasi awal dari penerimaan bantuan asing di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar